Jumat, 04 Desember 2015

Perbedaan yang Berujung Perdamaian





“Salah satu hal yang membuat hati kita merasakan sebuah perdamaian adalah ketika kita ikhlas dalam menerima perbedaan didunia.”


Dalam dunia ini semua orang menginginkan perdamaian. Walaupun tak bisa terelakkan bahwa banyak sekali konflik yang terjadi dalam hidup kita meski kita tidak mau itu terjadi. Saya memiliki salah satu teman yang menginspirasi saya. Sebut saja namanya Novita. Dia lahir dan besar di Papua, menetap di Salatiga untuk melanjutkan pendidikan sejak SMA. Saya bersekolah yang mayoritas murid berasal dari luar Salatiga bahkan luar pulau. Jadi Novita bukan satu-satunya murid yang berasal dari luar Jawa. Dia adalah orang asli Papua pertama yang paling ceria yang pernah saya temui. Dia selalu tertawa, berbagi, dan menerima pendapat orang lain. Dalam beberapa waktu dia bisa membaur dengan saya dan teman-teman. Dia selalu membuat kami tertawa dan mengerti tentang kesederhanaan.
Suatu ketika Novita bertanya pada saya tentang arti satu kata dalam bahasa jawa. Dan 1 kata itu memang memiliki arti yang kasar. Lalu saya bertanya “Darimana kamu dengar kata itu?”. Dia menjawab dengan logat papua yang sangat kental, “Saat saya membeli minum,  ada segerombolan laki-laki dikantin berkata seperti itu pada saya.”. Lalu saya menjelaskan arti kata itu kepadanya dan dia terkejut. Saya mengelus pundaknya dan menyuruhnya tidak mendengarkan perkataan mereka.  Dia tersenyum dan berkata, “Tidak apa apa, sepertinya saya harus lebih keras berusaha beradaptasi disini. Kalau saya salah berbicara tolong ditegur. Supaya saya tau apa salah saya.” Dari raut wajahnya saya mengerti dia sangat kecewa. 




Suatu ketika saat saya melihat orang yang mengatai Novita dengan kata-kata yang tidak dia mengerti, saya membentak orang itu. Tapi Novita dengan tenang menyuruh saya untuk lebih baik diam dan membiarkan mereka selalu mengejek dia. Saat saya tanya,”Kenapa saya harus diam? Mereka semua tidak akan berhenti mencaci maki jika kamu hanya bisa diam”. Novita tersenyum pasrah. Ia berkata pada segerombolan laki-laki itu, “Saya berasal dari luar Jawa,  saya dari Papua. Tapi tujuan saya datang ke Salatiga untuk belajar. Maafkan saya jika saya membuat kalian tidak nyaman”. Tindakan Novita membuat saya terkejut. Segrombolan laki-laki itu terdiam dan meninggalkan Novita.
Saya terkejut karna dia tidak membela dirinya. Ia lebih memilih minta maaf karna dia merasa dia yang bersalah. Dia memandang saya dan berkata, “Kamu harus belajar ikhlas. Jangan membalas makian dengan makian. Itu akan lebih mempersulit. Saya sakit hati tapi saya masih mau berdamai. Karena damai itu membuat hidup saya lebih tenang”. Pikiran saya terbuka tentang arti damai. Dan dari dia saya belajar kata iklhas dalam menjalani hidup.
Novita memang berbeda. Asal usul yang berbeda, latar belakang yang berbeda, ras yang berbeda, kebudayaan yang berbeda. Tapi dia berasal dari negara yang sama. Dia mau menghargai pendapat orang lain. Dia menerima berbagai macam kritikkan dan tanggapan dari orang-orang yang memperhatikannya. Dia selalu ramah kepada semua orang. Tidak peduli apa kata buruk yang orang lain lontarkan kepadanya. Ia hanya menganggap semua itu sebuah kritikkan dan masukan yang membuat dia bisa lebih beradaptasi di lingkungan barunya.
Jangan pernah meremehkan identitas orang lain. Semua orang itu sama, mempunyai kekurangan dan kelebihan. Jadikan kekurangan itu sebagai sebuah perbedaan yang berarti. Perbedaan yang bisa membuat kita mengerti satu sama lain tentang indahnya Indonesia. Negara yang memiliki banyak suku dan agama.  Keberagaman yang membuat keindahan tersendiri bagi nama Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar